Lampung memiliki pakaian adat yang di pakai dalam acara-acara adat lampung,salah satu nya :
Sebagai posting lanjutan dari pernikahan adat masyarakat Lampung, kali ini tersaji adat Saibathin, dengan tetap tidak membedakan derajat masyarakat di provinsi Lampung.
Menurut ketentuan-ketentuan adat system perkawinan masyarakat Lampung Saibatin yang menganut garis keturunan Bapak (Patrachaat) menganut 2 sistem pokok yaitu :
1. Sistem Perkawinan Nyakak Atau Matudau
Sistem ini disebut juga system perkawinan jujur karena lelaki mengeluarkan uang untuk membayar jujur/Jojokh (Bandi Lunik) kepada pihak keluarga gadis (calon istri).
Sistem nyakak atau mantudau dapat dilaksanakan dua cara:
Cara Sabambangan : Cara ini si gadis dilarikan oleh si bujang dari rumahnya dibawa ke rumah adat atau rumah si bujang. Biasanya pertama kali sampai si gadis ditempat si bujang dinaikan kerumah kepala adat atau jukhagan, baru kemudian di bawa pulang kerumahnya oleh keluarga si bujang. Ciri bahwa si gadis melakukan nyakak/mentudau yaitu si gadis akan meletakkan surat yang isinya memberitahu orang tuanya kepergiannya nyakak/mentudau dengan seorang bujang (dituliskan Namanya, keluarganya, kepenyimbangannya serta untuk menjadi istri keberapa), selain itu meninggalkan uang pengepik atau pengluah yang tidak ditentukan besarnya, hanya kadang-kadang besarnya uang pengepik dijadikan ukuran untuk menentukan ukuran uang jujur (bandi lunik). Surat dan uang diletakkan ditempat tersembunyi oleh si gadis. Setelah gadis sampai di tempat keluarga si bujang, kepala adat pihak si bujang memerintahkan orang-orang adat yang sudah menjadi tugasnya untuk memberi kabar secara resmi kepada pihak keluarga si gadis bahwa anak gadisnya yang hilang telah berada di keluarga mereka dengan tujuan untuk dipersunting oleh salah satu bujang anggota mereka. Mereka yang memberitahu ini membawa tanda-tanda mengaku salah bersalah ada yang menyerahkan Keris, Badik dan ada juga dengan tanda Mengajak pesahabatan (Ngangasan, Rokok, Gula, Kelapa,dsb) acara ini disebut Ngebeni Pandai atauNgebekhi tahu. Sesudah itu berarti terbuka luang untuk mengadakan perundingan secara adat guna menyelesaikan kedua pasangan itu. Segala ketentuan adat dilaksankan sampai ditemukan titik kemufakatan, kewajiban, pihak bujang pula membayar uang penggalang sila ke pihak adat si gadis.
Cara kedua dari pernikahan ini adalah cara tekahang (sakicik Betik) : cara ini dilakukan terang-terangan. Keluarga bujang melamar langsung si gadis setelah mendapat laporan dari pihak bujang bahwa dia dan si gadis saling setuju untuk mendirikan rumah tangga pertemuan lamaran antara pihak bujang dan si gadis. Apabila kedua pihak keluarga telah mendapat kecocokan maka mulailah menentukan tanggal pernikahan, tempat pernikahan, uang jujur, uang pengeni jama hulun tuha bandi balak (Mas Kawin), bagaimana caranya penjemputan, kapan di jemput dan lain-lain. Yang berhubungan dengan kelancaran upacara pernikahan.
Biasanya saat menjemput pihak keluarga lelaki menjemput dan si gadis mengantar. Setelah sampai ditempat sibujang, pengantin putri dinaikkan kerumah kepala adat/ jukhagan, baru di bawa pulang ketempat si bujang. Sesudah itu dilangsungkan acara keramaian yang sudah direncanakan. Dalam system kawin tekahang ini uang pengepik, surat pemberian dan ngebekhi tahu tidak ada, yang penting diingat dalam system dalam nyakak/mentudau kewajiban pihak pengantin pria adalah :
Mengeluarkan uang jujur (bandi Lunik) yang diberitahukan kepada pihak pengantin wanita.
Pengantin membayar kontan mas kawin mahar (Bandi Balak). Kepada si gadis yang sesuai dengan kemufakatan si gadis dengan si bujang. keluarga pihak pria membayar uang penggalang sila Kepada kelompok adat si gadis
mengeluarkan Jajulang / Katil yang berisi kue-kue (24 macam kue adat) kepada keluarga si gadis jajulang/katil ini duhulu ada 3 buah yaitu : Katil penetuh Bukha Katil Gukhu Ngaji Katil Kuakha Sekarang keadaan ekonomiyang susah katil cukup satu.
Ajang yaitu nasi dangan lauk pauknya sebagai kawan katil.
Memberi gelar/Adok kepada kedua pengantin sesuai dengan strata pengantin pria, sedangkan dari pihak gadis memberi barang berupa pakaian, alat tidur, alat dapur, alat kosmetik, dan lain sebagainya. Barang ini disebut sesan atau benatok, Benatok ini dapat diserahkan pada saat manjau pedom sedangkan pada system sebambangan dibawa pada saat menjemput, pada system tekhang kadang-kadang dibawa belakangan.
2. Sistem perkawinan Cambokh Sumbay.
Sistem perkawinan Cambokh Sumbay disebut juga Perkawinan semanda, yang sebenarnya adalah bentuk perkawinan yang calon suami tidak mengeluarkan jujur (Bandi lunik) kepada pihak isteri, sang pria setelah melaksanakan akad nikah melepaskan hak dan tanggung jawabnya terhadap keluarganya sendiri dia bertanggung jawab dan berkewajiban mengurus dan melaksanakan tugas-tugas di pihak isteri. Hal ini sesuai dengan apa yang di kemukakan Prof. Hi. Hilman Hadi kusuma, :
Perkawinan semanda adalah bentuk perkawinan tanpa membayar jujur dari pihak pria kepada pihak wanita, setelah perkawinan harus menetap dipihak kerabat istri atau bertanggung jawab meneruskan keturunan wanita di pihak isteri” (Prof. Hi. Hilman Hadi kusuma,1990:82)
Di masyarakat Lampung saibatin kawin semanda (Cambokh Sumbay) ini ada beberapa macam sesuai dengan perjanjian sewaktu akad nikah antara calon suami dan calon istri atau pihak keluarga pengantin wanita.
Dalam perkawinan semanda/ Cambokh sumbay yang perlu diingat adalah pihak istri harus mengeluarkan pemberian kepada pihak keluarga pria berupa :
Memberikan Katil atau Jajulang kepada pihak pengantin pria
Ajang dengan lauk-pauknya sebagai kawan katil.
Memberikan seperangkat pakaian untuk pengantin pria.
Memberi gelar/adok sesuai dengan strata pengantin wanita.
Sedangkan Bandi lunik atau jujur tidak ada sedangkan Bandi Balak atau maskawin dapat tidak kontan (Hutang). Pelunasannya setelah sang suami mampu membayarnya. Termasuk uang penggalang Silapun tidak ada,
Selain dari kedua system perkawinan diatas ada satu system perkawinan yang banyak dilakukan oleh banyak orang pada era sekarang. Akan tetapi bukan yang diakui oleh adat justru menentang atau berlawanan dengan adat system ini adalah “Sistem Kawin Lari atau kawin Mid Naib” Sistem perkawinan ini maksudnya adalah lari menghindari adat, Lari dimaksud di sini tidak sama dengan Sebambangan, Karena sebambangan lari di bawa ke badan hukum adat atau penyimbang, sedangkan kawin lari ini adalah si gadis melarikan bujang ke badan hukum agama islam yaitu Naib (KUA) untuk meminta dinikahkan, masalah adat tidak disinggung-singgung, penyelesaian kawin seperti ini tidak ada yang bertanggung jawab secara adat, sebab kadang-kadang keluarga tidak tahu menahu, penyelesaian secara adat biasanya setelah akad nikah berlangsung apabila kedua belah pihak ada kecocokan masalah adatnya, antara siapa yang berhak antara keduanya perempuan Nyakak/mentudau atau sang pria Cambokh Sumbay /Semanda.
Kawin lari seperti ini sering dilakukan karena antara kedua belah pihak tidak ada kecocokan dikarenakan beberapa hal diantaranya :
Sang Bujang belum mampu untuk berkeluarga sedangkan si Gadis mendesak harus dinikahkan secepatnya karena ada hal yang memberatkan Si gadis.
Kawin lari semacam ini dilakukan karena keterbatasan Biaya, apabila perkawinan ini dilakukan secara adat atau dapat pula disimpulkan untuk menghemat biaya.
Macam-macam sistem perkawinan Cambokh Sumbay/Semanda :
Cambokh Sumabay Mati manuk Mati Tungu, Lepas Tegi Lepas Asakh. Cambokh Sumbay seperti ini merupakan cambokh sumbay yang murni karena Sang Pria datang hanya membawa pakaian saja, segala biaya pernikahan ditanggung oleh si Gadis, anak keturunan dan harta perolehan bersama milik istri sang pria hanya membantu saja, apabila terjadi perceraian maka semua anak, harta perolehan bersama milik sang istri, suami tidak dapat apa-apa.
Cambokh Sumbay Ikhing Beli, cara semacam ini dilakukan karena Sang Bujang tidak mampu membayar jujur (Bandi Lunik) yang diminta sang Gadis, pada hal Sang Bujang telah melarikan Sang Gadis secara nyakak mentudau, selama Sang Bujang belum mampu membayar jujur (Bandi Lunik) dinyatakan belum bebas dari Cambokh Sumabay yang dilakukannya. Apabila Sang Bujang sudah membayar Jujur (Bandi Lunik) barulah dilakukan acara adat di pihak Sang Bujang
Cambokh Sumbay Ngebabang, Bentuk ini dilakukan karena sebenarnya keluarga si gadis tidak akan mengambil bujang. Atau tidak akan memasukkan orang lain ke dalam keluarga adat mereka, akan tetapi karena terpaksa sementara masih ada keberatan–keberatan untuk melepas Si Gadis Nyakak atau mentudau ke tempat orang lain, maka diadakan perundingan cambokh sumbay Ngebabang, cambokh Sumaby ini bersyarat, umpanya batas waktu cambokh sumbay berakhir setelah yang menjadi keberatan pihak si gadis berakhir, Contoh : Seorang Gadis Anak tertua, ibunya sudah tiada bapaknya kawin lagi, sedangkan adik laki yang akan mewarisi tahta masih kecil, maka gadis tersebut mengambil bujang dengan cara Cambokh Sumabay Ngebabang, berakhirnya masa cambokh sumbay ini setelah adik laki-laki tadi berkeluarga.
Cambokh Sumbay Tunggang Putawok atau Sai Iwa khua Penyesuk, Cara semacam ini dikarenakan antara pihak keluarga Sang Bujang dan Sang Gadis merasa keberatan untuk melepaskan anak mereka masing-masing. Sedangkan perkawinan ini tidak dapat di hindarkan, maka dilakukan permusyawaratan denga system Cambokh sumbay Say Iwa khua penyesuk cambokh sumabi ini berarti “ Sang pria bertanggung jawab pada keluarga isteri dengan tidak melepaskan tanggung jawab pada keluarganya sendiri, demikian pula halnya dengan Sang Gadis, Kadang kala sang wanita menetap di tempat sang suami
Cambokh Sumbay Khaja-Kaja, ini merupakan bentuk yang paling unik diantara cambokh sumbay lainnya karena menurut adat Lampung Saibatin, Raja tidak boleh Cambokh Sumbay, ini terjadi Cambokh Sumbay karena Seorang anak Tua yang harus mewarisi tahta keluarganya Cambokh Sumbay kepada Seorang Gadis yang juga kuat kedudukan dalam adatnya, dan Sang Gadis tidak akan di izinkan untuk pergi ketempat orang lain.
Ulasan dari untaian Lampung 1 adalah:
nyubuk: Melakukan pengintaian menggunakan kain sarung, sebagai bentuk tahap menilai dalam mencari pasangan.. dilakukan menggunakan sarung karena takut terlihat siapa lelaki yang ada di dalamnya (malu). biasanya dilakukan pada saat ada upacara adat, karena pada saat upacara adat seluruh masyarakat desa ikut menyaksikan baik gadis, maupun para orang tua.
0 komentar:
Posting Komentar